Selasa, 03 Desember 2013

Pemimpin = Orang Tua


Pantaskah ??
Pemimpin. .

Aku rasa tidak semua orang paham dengan istilah itu. Tapi memang,  semua itu butuh definisi yang jelas. Seperti BPS (Badan Pusat Statistik) yang selalu membuat definisi sebagai batasan-batasan yang jelas dan bisa diterima oleh semua kalangan.

Menurutku pemimpin itu adalah orang tua. Sehingga untuk menjadi pemimpin haruslah mempunyai sifat yang benar-benar ingin mengabdi. Sifat yang benar-benar tulus tanpa mengharapkan balasan.

Kesuksesan seorang pemimpin tidak tergantung dengan terlaksana tidaknya visi misi nya, namun tergantung pada tingkat kepuasan orang-orang yang sedang dipimpinnya. Dimana orang-orang tentu akan merasa puas ketika mereka benar-benar merasakan keberadaan seorang pemimpin. Orang yang benar-benar mampu mengayomi, dan mampu memperjuangkan sesuatu yang memang sudah seharusnya menjadi hak mereka.

Semua orang tahu bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang baik butuh yang namanya peraturan. Dimana masyarakat yang dipimpin harus melaksanakan hal-hal yang menjadi kewajiban mereka.

Nah, inilah alasannya.

Terkadang seorang pemimpin ingin mengejar nama baiknya. Dimana ia akan mengejar keberhasilan dengan menggunakan berbagai peraturan-peraturan yang akan menciptakan kewajiban baru pada masyarakatnya. Sayangnya, ia melupakan hak-hak masyarakat yang harus ia penuhi.

Memang, semua visi misi nya berjalan. Semua program kerjanya terlaksana. Namun ia bukan lah seorang pemimpin. Ia tidak lebih dari seorang yang ingin menjalankan progam kerja nya dengan menyiksa masyarakatnya sendiri, orang yang telah memberikan kepercayaan kepadanya.

Harusnya ia lebih fokus dengan masyarakatnya, orang-orang yang ia pimpin. Bukan malah lebih fokus dengan program semata. Padahal apabila masyarakat merasa diperhatikan, merasa dibahagiakan, mereka akan dengan senang hati membantu melancarkan program yang telah direncanakan. Alhasil, semua akan berjalan balance. Program berjalan, masyarakat senang.

Aku sempat berfikir pemimpin itu tidak perlu diberikan gaji yang besar, fasilitas yang mewah. Cukup dengan bentuk penghormatan sebagai seorang pemimpin yang akan menjadi orang tua kedua kita.

Sehingga tidak ada lagi seorang yang mengejar posisi pemimpin hanya untuk menambah pundi-pundi kekayaan atau hanya menginginkan sebuah pamor. Dengan demikian, pemimpin yang terpilih adalah seorang yang benar-benar menginginkan perubahan, menginginkan kesejahteraan untuk masyarakatnya.

Bahkan seharusnya seorang pemimpin harus bersedia untuk kehilangan sedikit waktu, tenaga dan pikirannya dengan tujuan memberikan tingkat kepuasan maksimum kepada masyarakatnya tanpa mengharapkan suatu balasan, sebagaimana orang tua.

Sosok yang seperti inilah yang dinamakan seorang pemimpin.

Minggu, 10 November 2013

1000 Wajah



Mau jadi siapa aku ??

Dalam kehidupan ini tak jarang aku bisa sekaligus belajar, sekaligus memahami apa yang sebenarnya tak banyak orang pahami. Ketika orang melihatku biasa-biasa saja, ia tak sadar bahwa aku sedang mempelajarinya. Mencari tahu apa yang tak semua orang mengerti apa yang sedang ia lakukan.

Begitu banyak misteri dalam hati. Selalu saja ada cara untuk menyesuaikan dirinya dengan apa yang ingin ia sesuaikan.

Terkadang kita sering begitu acuhnya, begitu tak pedulinya dengan orang lain. Bahkan tak ada kesempatan bagi kita mengerti apa yang sedang orang lain lakukan. Tak jarang kita pun melihat hanya dari satu sisi dimana bisa jadi sisi itu tidak bisa mewakili semua yang ada pada dirinya. Sehingga bisa jadi kita tidak akan bisa mengertinya, bahkan ia yang selalu berusaha mengerti kita. Alhasil, kita tak sengaja telah membutakan mata kita kepada orang terdekat kita.

Jika kita pelajari, setiap orang itu punya karakter. Dimana karakter itu begitu banyak variasinya ketika seorang melakukannya di tempat yang berbeda-beda. Ya, memang tak semua orang seperti itu, tapi ada, banyak.

Namun kesalahannya adalah, kita terlalu cepat menilai seseorang dengan satu karakter yang paling sering kita tahu ia bawakan. Tapi masalahnya, dalam sehari tak ada seperempatnya kita bersamanya. Lantas dari mana kita tahu bahwa karakter itu yang ada pada dirinya?

Seseorang lebih tahu tentang dirinya dari pada orang lain. Ia yang lebih tau harus jadi apa sekarang. Jadi, untuk merubah karakter dia kapan saja, itu adalah urusannya. Karena meskipun disitu ada satu atau dua orang yang tidak menyukai karakter yang sedang ia bawakan, namun itu yang paling nyaman menurut dirinya.

Coba kita ambil contoh, seseorang yang dalam lingkungan keluarganya ia dikenal sebagai seorang yang pemalu, baik, tidak neko-neko, anteng, ramah. Tapi berbeda karakter ketika dia di sekolah, bahkan ketika ia bersama teman-temannya dikosan yang notabene jauh dengan lingkungan rumah maupun keluarganya. Bisa saja ia lebih nyaman menjadi orang yang cengengesan, gak punya malu, banyak ulah, jail, semua bisa saja dilakukan. Bahkan, kadang seseorang rela dianggap oleh temannya bodoh, katrok, kekanak-kanakan, menjijikkan, atau yang lainnya. Dengan catatan dia lebih nyaman dengan karakter seperti itu. Nah, dengan seperti ini aku yakin sebagian besar temannya gak ada yang percaya jika ketika ia dilingkungan keluarganya dikenal beda dengan apa yang telah mereka kenal. Mereka anggap itu hanyalah sebuah kebohongan publik yang dijadikan sebuah lelucon.

Itulah kenapa aku bilang, ada variasi dalam karakter seseorang. Sehingga seseorang seperti menyimpan ribuan topeng yang bisa ia pake kapan aja yang mereka anggap nyaman.

Alasannya pun bervariasi, sebagian besar ingin meciptakan pencitraan dirinya dilingkungan tersebut. Dimana ia akan lebih senang menghibur orang lain meskipun harga dirinya menjadi taruhannya. Atau sebaliknya, ia menjadi orang yang kaku, orang yang ditakuti, hanya untuk menjaga harga diri dan kewibaannya. Walaupun terkadang ia tidak nyaman dengan situasi tersebut.

Coba saja kita tengok pemain stand up comedy. Hal terpenting yang harus ia punya adalah karakter. 
Mau jadi apa dia diatas panggung. Apakah ingin jadi orang yang lembut? Orang yang galau? Atau orang yang marah-marah? Jadi tidak serta merta kita bawakan komik dengan karakter yang asal-asalan. Tergantung dengan tema apa yang akan kita bawakan. Nah, tanpa itu semua pertunjukan tidak akan menarik.

Begitu juga dalam kehidupan nyata. Tergantung kita ingin dikenal sebagai siapa. Apakah ingin jadi orang yang lembut? Orang yang galau? Atau orang yang marah-marah? Kita tinggal mengatur karakter kita.

Jadi pada intinya, tidak semua orang yang kita kenal sama seperti apa yang telah kita kenal. Bisa saja itu hanyalah salah satu usaha pencitraannya, yang mungkin buat bikin dia sendiri nyaman, atau bahkan hanya berusaha untuk membuat kita nyaman dengan dirinya. Entahlah. .

Kamis, 26 September 2013

Andai Saja. .



Untuk mengerti, itu piihan. .

Terkadang aku berfikir tak ingin hidup lebih lama di dunia ini, tapi apa artinya hidup ini bila harus berakhir sangat lah singkat? Aku tak tahu. .

Lelah memang ku rasa, pengorbanan ku benar-benar terabaikan. Seperti tak ada balasan setelah aku berusaha untuk mengerti.

Tuhan,,andai saja aku boleh terlahir kembali, aku tak ingin memiliki hati sepeka ini. Aku tak ingin memiliki hati serapuh ini. Faktanya, aku sendiri yang tersiksa dengan batinku sendiri. Tak ada seorangpun yang paham, tak ada seorangpun yang mengerti.

Tuhan,,andai saja aku boleh terlahir kembali, aku tak ingin menjadi orang yang lemah. Orang yang selalu dituntut dan tak bisa menuntut. Kenyataannya, merasakan terinjak-injak sangatlah menyakitkan. Hingga akhirnya, untuk berdiri tegap saja aku pun tak mampu untuk melakukannya sendiri. Harga diri ku benar-benar terabaikan.

Tapi ku tahu, Engkau tak akan mengijinkan semua itu ku alami. .

Hampir saja aku tak mengerti tujuan-Mu menulis takdirku ini Tuhan. Aku tak paham kenapa aku yang harus merasakan semua ini?

Secara beruntun Engkau memberikanku tekanan demi tekanan. Peristiwa demi peristiwa yang berhasil menguras pikiranku. Bahkan, ketika satu tekanan pun belum bisa ku selesaikan.

Mungkin saja Engkau ingin melatih kesabaranku. Tapi juga mungkin, Engkau ingin menjadikanku orang yang kuat. Aku tak tahu. .

Setidaknya aku akan terus berusaha untuk berprasangka baik dengan apa saja yang harus ku alami nantinya.

Aku harap suatu saat nanti akan ada seorang yang juga berusaha untuk mengertiku. Tak usah berlebihan. Cukup seperti aku yang berusaha mengertinya. .

Minggu, 01 September 2013

Roda Kehidupan


Tak bisa dipungkiri lagi rasanya masa itu kini terulang kembali, sebagaimana sebuah roda yang senantiasa bergerak memutar. Roda yang terus bergerak hingga kembali berada tepat di bawah untuk mengulang sebuah masa dimana harus berada pada sebuah titik terberat. Pada suatu posisi dimana ia harus kuat menopang seluruh beban yang berasal dari bagian lainnya. Ini adalah masa tersulit untuk dipahami. Masa dimana kita harus saling mensuport, saling menguatkan, dan saling memahami. Tak banyak yang mampu bertahan, hingga satu demi satu memilih untuk angkat bendera putih mendeklarasikan kekalahannya.

Tak perlu kau jelaskan penderitaanmu, aku cukup mengerti. Sesak yang kau rasakan, akupun merasakan. Tak ada yang bisa kita salahkan. Inilah yang namanya roda kehidupan, sebuah takdir hidup yang telah menunggu kita beribu ribu tahun lamanya.

Ku tau kau lelah, tak banyak yang bisa dilakukan. Memang, perih rasanya harus kembali menopang beban ini. Tapi ku yakin kau kuat, kau bisa. Turunkan benderamu, bertahanlah..ingat lah bahwa roda ini tetaplah bergerak. Mungkin semua ini akan segera berlalu..berdoalah

Aku sendiri tak yakin bisa menguatkanmu, karena aku pun tak bisa menguatkan diriku sendiri. Tapi inilah alasannya. Aku mengajakmu untuk saling menguatkan. Karena aku tak ingin melihat roda ini berhenti ketika aku dalam posisi ini. Aku terlahir melihat dunia ini sangatlah indah. Begitu pun aku ingin melihatnya ketika suatu saat harus menutup mata ini selamanya.

Percayalah..ini adalah cara-Nya untuk mendidik kita. Dia inginkan pembelajaran, supaya kita mengerti hakikat kehidupan yang sebenarnya. Kalau kita ingat, Dia pun telah berjanji tidak akan memberikan ujian melewati batas kemampuan kita. Dan pada setiap ujian itu akan selalu disertai dengan kemudahan.

Aku selalu yakin bahwa untuk melewatinya hanya butuh cara yang sangat sederhana. Hingga terbayang suatu saat nanti aku akan tersenyum melihat kesederhanaan itu. Namun saat ini hanya saja kita belum tau cara seperti apa itu. Harus kemana kita berjalan?

Tetaplah bertahan, selalu memohon segala kemudahan dari-Nya. Karena ujian ini berasal dari-Nya dan sudah sepantasnya kita kembalikan kepada-Nya.

Dan kini saatnya kita menunggu saat itu, saat dimana Dia akan mengganti air mata kita dengan kebahagiaan. Karena aku yakin, roda ini akan teruslah berputar hingga kita akan saling berucap syukur atas kebahagiaan.