Sabtu, 24 Januari 2015

Sepucuk Surat Untukmu

Malam mulai larut,
bayang semu melengkapi lamunanku malam ini.
Tak ada lagi rasa yang mampu ku pendam.
Tak ada lagi kata yang mampu ku tanam.

Pikirku, semua tentang kamu.
Tentang rasa yang selama ini ku pendam dalam memori waktu.
Aku tak tahu betapa peliknya hidup ini,
betapa rumitnya kenyataan ini.

Aku tak paham.
Aku tak mengerti kenapa engkau dihadirkan untukku.
Kenapa harus engkau yang dipaksa untuk mengenalku.

Padahal,
sekalipun aku tak pernah menyebut namamu dalam doaku.

Lantas, kenapa engkau datang??

Aku tak berani.
Bukan kuasaku untuk menyebutmu sebagai jodoh yang dikirimkan untukku.

Tapi,
Kini aku mulai sadar.
Sadar akan rasa yang sebenarnya telah lama aku kenal.

Ketika kau jauh, hati ini menjerit.
Ketika kau acuh, diri ini menangis.

Tak ada lagi kata yang pantas.
Kau mutiara relung hatiku.

Rasanya, aku tak sabar menunggu saat itu.
Saat ketika aku meminta pada orang tuamu.
Saat ketika aku merebutmu dari pelukan ayahmu.

Aku tak tahu betapa hancurnya perasaan ayah dan ibumu saat itu.
Putri yang susah payah mereka besarkan harus ku ambil begitu saja.

Tapi satu janji yang akan ku katakan pada mereka.

"Pak, Buk, aku akan menjaga putrimu sebagaimana kau pertaruhkan nyawamu untuknya."

Semoga kata itu sedikit melegakan hati mereka yang kian sesak mendengarkan permintaanku.

Aku harap kamu bisa menerimaku apa adanya.

Dan,
Menjadi ibu dari anak-anakku.

                   ***

Sabtu, 08 Februari 2014

“Rintik Hujan Pertemukan Jodohku”



Detik demi detik berlalu. Tetes embun berjatuhan diantara dedaunan. Kicauan burung bersautan melengkapi sejuknya udara pagi ini. Terdengar suara kendaraan mulai perlihatkan aktivitas sibuk Jakarta. Satu per satu orang mulai terbangun dari tidurnya. Begitu halnya dengan Nayla. Gadis cantik ini terbangun dari tidurnya dengan penuh semangat. Pantas saja, kuliah perdananya tingkat 3 di STIS akan dimulai hari ini. STIS merupakan salah satu Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK) yang ada di Indonesia. Di semester 5 ini, ia memulainya penuh semangat sebagaimana seperti semester sebelumnya yang juga telah ia lalui dengan penuh semangat.
 “Tengg..teengg..teengg..” terdengar suara jam dinding kamar Nayla menunjukkan pukul 7 pagi. Ia pun bergegas berdandan rapi dan bersiap untuk hari pertamanya masuk kuliah ditingkat 3. Dengan cepat ia pun berjalan menuju kampusnya penuh semangat.
“Kreeeekkk” Nayla pun membuka pintu kelas barunya. Terlihat teman-temannya sudah bersiap ditempat duduknya masing-masing. Sementara cowok-cowok di kelas barunya terpesona melihatnya masuk ke kelas. Nayla adalah salah satu cewek yang cantik di kampusnya. Kulit putih, rambut panjang, mata lebar, dan bibirnya yang tipis sering kali membuat cowok yang melihatnya tak kuasa mengalihkan pandangannya. Tapi ia tak pernah menghiraukan hal itu. Karena selama ini ia hanya fokus kuliah, kuliah dan kuliah. Ia pun mencari tempat duduk yang kosong dan segera bersiap untuk mengikuti kuliah perdana tingkat 3. Ketika ia mulai mengeluarkan buku dari dalam tasnya, ia sekilas melihat seorang cowok namanya Sandy, yang sedang duduk di sebelahnya terlihat sangat sibuk dengan gadget nya. Ia pun segera mengembalikan pandangannya pada cowok tersebut.
“Ni cowok cuek banget sih, gak nglirik aku sedikitpun” pikir Nayla dalam hati. Ia mulai penasaran dengan Sandy yang punya sifat berbeda dengan teman cowoknya yang lain. Sandy adalah cowok tinggi, ganteng, yang gak banyak bicara, dan tiap kali ia bicara sering kali bikin cewek-cewek yang mendengarnya klepek-klepek dibuatnya. Namun Nayla pun memutuskan untuk menghentikan rasa penasarannya terhadap Sandy. Sepanjang kuliah mereka tak saling bicara. Sandy tak pernah mengajak Nayla bicara, begitu juga Nayla yang enggan untuk memulai pembicaraan dengan Sandy.
“Baik, kuliah hari ini kita cukupkan sampai disini dulu yaa..” dosen pun mengakhiri kuliah perdananya. Mahasiswa mulai berhamburan keluar dari kelas. Namun terlihat cuaca di luar tenyata sedang hujan deras, mereka yang bawa payung satu per satu mengeluarkan payungnya dan segera pulang ke kosan masing-masing.
“Ahh! Pake acara lupa bawa payung segala lagi!” keluh Nayla sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Setelah ia buka wajahnya, ia terkejut di atas kepalanya sudah ada payung yang memayunginya.
“Mau bareng gak?” ajak Sandy sambil memegang payung.
“B..bb..boleh” jawab Nayla dengan gugup. Nayla sangat kaget dengan ajakan Sandy yang secara tiba-tiba. Sandy yang selama kuliah berlangsung gak pernah ajak dia bicara, sekarang tiba-tiba dia memayunginya dan mengajak pulang bareng bersamanya. Sepanjang perjalanan Nayla masih gak cukup percaya, ia berjalan dengan sedikit melamun sambil berusaha menyadari bahwa Sandy telah membuat dirinya semakin penasaran.
“Tiiiinn...tiiiinn...tiiiiinnn...” bunyi suara klakson mobil menyadarkan lamunan Nayla. Bergegas Sandy memegang tangan Nayla dan mengajaknya lari.
“Ayo Nay..lariii, cepeettt!!” teriak Sandy sambil berlari. Saat itu kebetulan mereka sedang menyebrang jalan raya saat lampu merah sudah mulai berganti hijau. Puluhan kendaraan membunyikan klakson supaya mereka jalan lebih cepat. Sesampai diseberang jalan, perlahan mereka menghentikan lari dan melanjutkannya dengan jalan lebih pelan.
“Eh, maaf.” kata Sandy sambil melepaskan tangannya dari tangan Nayla. Mereka gak sadar kalau ternyata Sandy masih memegang tangan Nayla hingga di seberang jalan.
“Iya, gak papa kok” jawab Nayla dengan malu. Pipinya pun mulai memerah. Senyum yang indah mulai mengembang seperti sekuntum bunga yang mekar di pagi hari. Semenjak saat itu, mereka pun mulai salah tingkah dan keduanya saling diam sampai di kosan Nayla.
“Emm..Sandy, makasih ya udah mau nganterin?” ucap Nayla sambil buru-buru ingin segera menutup kembali pintu pagar kost nya.
“Iya Nay, sama-sama” jawab Sandy canggung. Sandy pun segera meninggalkan kost Nayla dengan pikiran yang terus menerus kebayang manisnya senyuman Nayla. Begitupun Nayla, sesampai di kamar ia istirahat sambil berbaring di ranjang tempat tidurnya. Pikirannya pun tak bisa pergi dari bayangan Sandy. Tatapan mata Sandy terasa sangat menyejukkan hati Nayla.
“Oh God, perasaan apa ini?” ucap Nayla bertanya-tanya dalam hatinya. Ia tak pernah merasakan perasaan seperti itu sebelumnya. Jangankan merasakan, sempat terpikir dibenaknya saja belum pernah ia alami.
“Brrrrtttt...brrrtttt..” handphone Nayla bergetar. Bergegas ia mengambilnya dari atas meja belajarnya. Dilihat ada pesan baru masuk dari nomer baru yang belum tersimpan di kontaknya. Ia pun segera membuka dan lekas membacanya.
“Hai Nay, ini aku Sandy. Aku dapet nomer HP kamu dari temenku. Oya, maaf ya buat tadi, aku lancang banget udah pegang tangan kamu” ucap Sandy lewat SMS. Tak pikir panjang-panjang Nayla pun langsung membalasnya.
“Oh Sandy? Iya San, gak papa kok. Udah gak usah dipikirin. Toh kamu juga gak sengaja kan? Hehe” jawab Nayla.
“Emm..yaudah deh. Oya, ini nomerku. Jangan lupa disave ya? Hehe”
“Okee” balas Nayla singkat. Sejak saat itu Nayla semakin penasaran dengan cowok satu ini. Malam harinya ia pergi ke kamar Keke yang berada tepat disebelah kamarnya. Keke adalah mahasiswi STIS seangkatan dengan Nayla. Ia merupakan satu-satunya temen kost Nayla yang selalu curhat-curhatan diantara keduanya.
“Keke, kamu kenal sama yang namanya Sandy gak?” tanya Nayla penasaran.
“Oh, Sandy? Iya lah, cewek mana juga yang gak kenal sama dia?” jawab Keke.
“Oh iya?? Dia orangnya gimana sih?” tanya Nayla semakin penasaran.
“Ya gitu lah. Cool, ganteng, kereeenn. Wah pokonya aku mau banget lah kalo jadi cewek dia. Hihihi” jawab Keke senyum-senyum sambil bayangin wajah Sandy.
“Eh eh, tumben kamu nanyain cowok. Kamu suka??” tambah Keke balik penasaran. Pipi Nayla pun mulai nampak memerah.
“Emmm...ah dasar kepo! Hahaha” jawab Nayla sambil lari ke kamarnya. Tingkah laku Nayla membuat Keke pun hampir tak percaya. Setau dia Nayla belum pernah yang namanya suka sama cowok. Sekarang dia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau dunia memang sudah terbalik. Nayla si cewek rajin jatuh cinta dengan seorang cowok yang baru ia kenal. Sejak saat itu, Nayla semakin penasaran dengan Sandy. Ia mulai merasakan sesuatu yang seumur hidup belum pernah ia alami.
“Oh God, apakah ini yang namanya jatuh cinta??” tanya Nayla dalam hati. Ia pun sebenarnya masih tak percaya dengan apa yang sedang ia rasakan.

Selasa, 03 Desember 2013

Pemimpin = Orang Tua


Pantaskah ??
Pemimpin. .

Aku rasa tidak semua orang paham dengan istilah itu. Tapi memang,  semua itu butuh definisi yang jelas. Seperti BPS (Badan Pusat Statistik) yang selalu membuat definisi sebagai batasan-batasan yang jelas dan bisa diterima oleh semua kalangan.

Menurutku pemimpin itu adalah orang tua. Sehingga untuk menjadi pemimpin haruslah mempunyai sifat yang benar-benar ingin mengabdi. Sifat yang benar-benar tulus tanpa mengharapkan balasan.

Kesuksesan seorang pemimpin tidak tergantung dengan terlaksana tidaknya visi misi nya, namun tergantung pada tingkat kepuasan orang-orang yang sedang dipimpinnya. Dimana orang-orang tentu akan merasa puas ketika mereka benar-benar merasakan keberadaan seorang pemimpin. Orang yang benar-benar mampu mengayomi, dan mampu memperjuangkan sesuatu yang memang sudah seharusnya menjadi hak mereka.

Semua orang tahu bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang baik butuh yang namanya peraturan. Dimana masyarakat yang dipimpin harus melaksanakan hal-hal yang menjadi kewajiban mereka.

Nah, inilah alasannya.

Terkadang seorang pemimpin ingin mengejar nama baiknya. Dimana ia akan mengejar keberhasilan dengan menggunakan berbagai peraturan-peraturan yang akan menciptakan kewajiban baru pada masyarakatnya. Sayangnya, ia melupakan hak-hak masyarakat yang harus ia penuhi.

Memang, semua visi misi nya berjalan. Semua program kerjanya terlaksana. Namun ia bukan lah seorang pemimpin. Ia tidak lebih dari seorang yang ingin menjalankan progam kerja nya dengan menyiksa masyarakatnya sendiri, orang yang telah memberikan kepercayaan kepadanya.

Harusnya ia lebih fokus dengan masyarakatnya, orang-orang yang ia pimpin. Bukan malah lebih fokus dengan program semata. Padahal apabila masyarakat merasa diperhatikan, merasa dibahagiakan, mereka akan dengan senang hati membantu melancarkan program yang telah direncanakan. Alhasil, semua akan berjalan balance. Program berjalan, masyarakat senang.

Aku sempat berfikir pemimpin itu tidak perlu diberikan gaji yang besar, fasilitas yang mewah. Cukup dengan bentuk penghormatan sebagai seorang pemimpin yang akan menjadi orang tua kedua kita.

Sehingga tidak ada lagi seorang yang mengejar posisi pemimpin hanya untuk menambah pundi-pundi kekayaan atau hanya menginginkan sebuah pamor. Dengan demikian, pemimpin yang terpilih adalah seorang yang benar-benar menginginkan perubahan, menginginkan kesejahteraan untuk masyarakatnya.

Bahkan seharusnya seorang pemimpin harus bersedia untuk kehilangan sedikit waktu, tenaga dan pikirannya dengan tujuan memberikan tingkat kepuasan maksimum kepada masyarakatnya tanpa mengharapkan suatu balasan, sebagaimana orang tua.

Sosok yang seperti inilah yang dinamakan seorang pemimpin.

Minggu, 10 November 2013

1000 Wajah



Mau jadi siapa aku ??

Dalam kehidupan ini tak jarang aku bisa sekaligus belajar, sekaligus memahami apa yang sebenarnya tak banyak orang pahami. Ketika orang melihatku biasa-biasa saja, ia tak sadar bahwa aku sedang mempelajarinya. Mencari tahu apa yang tak semua orang mengerti apa yang sedang ia lakukan.

Begitu banyak misteri dalam hati. Selalu saja ada cara untuk menyesuaikan dirinya dengan apa yang ingin ia sesuaikan.

Terkadang kita sering begitu acuhnya, begitu tak pedulinya dengan orang lain. Bahkan tak ada kesempatan bagi kita mengerti apa yang sedang orang lain lakukan. Tak jarang kita pun melihat hanya dari satu sisi dimana bisa jadi sisi itu tidak bisa mewakili semua yang ada pada dirinya. Sehingga bisa jadi kita tidak akan bisa mengertinya, bahkan ia yang selalu berusaha mengerti kita. Alhasil, kita tak sengaja telah membutakan mata kita kepada orang terdekat kita.

Jika kita pelajari, setiap orang itu punya karakter. Dimana karakter itu begitu banyak variasinya ketika seorang melakukannya di tempat yang berbeda-beda. Ya, memang tak semua orang seperti itu, tapi ada, banyak.

Namun kesalahannya adalah, kita terlalu cepat menilai seseorang dengan satu karakter yang paling sering kita tahu ia bawakan. Tapi masalahnya, dalam sehari tak ada seperempatnya kita bersamanya. Lantas dari mana kita tahu bahwa karakter itu yang ada pada dirinya?

Seseorang lebih tahu tentang dirinya dari pada orang lain. Ia yang lebih tau harus jadi apa sekarang. Jadi, untuk merubah karakter dia kapan saja, itu adalah urusannya. Karena meskipun disitu ada satu atau dua orang yang tidak menyukai karakter yang sedang ia bawakan, namun itu yang paling nyaman menurut dirinya.

Coba kita ambil contoh, seseorang yang dalam lingkungan keluarganya ia dikenal sebagai seorang yang pemalu, baik, tidak neko-neko, anteng, ramah. Tapi berbeda karakter ketika dia di sekolah, bahkan ketika ia bersama teman-temannya dikosan yang notabene jauh dengan lingkungan rumah maupun keluarganya. Bisa saja ia lebih nyaman menjadi orang yang cengengesan, gak punya malu, banyak ulah, jail, semua bisa saja dilakukan. Bahkan, kadang seseorang rela dianggap oleh temannya bodoh, katrok, kekanak-kanakan, menjijikkan, atau yang lainnya. Dengan catatan dia lebih nyaman dengan karakter seperti itu. Nah, dengan seperti ini aku yakin sebagian besar temannya gak ada yang percaya jika ketika ia dilingkungan keluarganya dikenal beda dengan apa yang telah mereka kenal. Mereka anggap itu hanyalah sebuah kebohongan publik yang dijadikan sebuah lelucon.

Itulah kenapa aku bilang, ada variasi dalam karakter seseorang. Sehingga seseorang seperti menyimpan ribuan topeng yang bisa ia pake kapan aja yang mereka anggap nyaman.

Alasannya pun bervariasi, sebagian besar ingin meciptakan pencitraan dirinya dilingkungan tersebut. Dimana ia akan lebih senang menghibur orang lain meskipun harga dirinya menjadi taruhannya. Atau sebaliknya, ia menjadi orang yang kaku, orang yang ditakuti, hanya untuk menjaga harga diri dan kewibaannya. Walaupun terkadang ia tidak nyaman dengan situasi tersebut.

Coba saja kita tengok pemain stand up comedy. Hal terpenting yang harus ia punya adalah karakter. 
Mau jadi apa dia diatas panggung. Apakah ingin jadi orang yang lembut? Orang yang galau? Atau orang yang marah-marah? Jadi tidak serta merta kita bawakan komik dengan karakter yang asal-asalan. Tergantung dengan tema apa yang akan kita bawakan. Nah, tanpa itu semua pertunjukan tidak akan menarik.

Begitu juga dalam kehidupan nyata. Tergantung kita ingin dikenal sebagai siapa. Apakah ingin jadi orang yang lembut? Orang yang galau? Atau orang yang marah-marah? Kita tinggal mengatur karakter kita.

Jadi pada intinya, tidak semua orang yang kita kenal sama seperti apa yang telah kita kenal. Bisa saja itu hanyalah salah satu usaha pencitraannya, yang mungkin buat bikin dia sendiri nyaman, atau bahkan hanya berusaha untuk membuat kita nyaman dengan dirinya. Entahlah. .

Kamis, 26 September 2013

Andai Saja. .



Untuk mengerti, itu piihan. .

Terkadang aku berfikir tak ingin hidup lebih lama di dunia ini, tapi apa artinya hidup ini bila harus berakhir sangat lah singkat? Aku tak tahu. .

Lelah memang ku rasa, pengorbanan ku benar-benar terabaikan. Seperti tak ada balasan setelah aku berusaha untuk mengerti.

Tuhan,,andai saja aku boleh terlahir kembali, aku tak ingin memiliki hati sepeka ini. Aku tak ingin memiliki hati serapuh ini. Faktanya, aku sendiri yang tersiksa dengan batinku sendiri. Tak ada seorangpun yang paham, tak ada seorangpun yang mengerti.

Tuhan,,andai saja aku boleh terlahir kembali, aku tak ingin menjadi orang yang lemah. Orang yang selalu dituntut dan tak bisa menuntut. Kenyataannya, merasakan terinjak-injak sangatlah menyakitkan. Hingga akhirnya, untuk berdiri tegap saja aku pun tak mampu untuk melakukannya sendiri. Harga diri ku benar-benar terabaikan.

Tapi ku tahu, Engkau tak akan mengijinkan semua itu ku alami. .

Hampir saja aku tak mengerti tujuan-Mu menulis takdirku ini Tuhan. Aku tak paham kenapa aku yang harus merasakan semua ini?

Secara beruntun Engkau memberikanku tekanan demi tekanan. Peristiwa demi peristiwa yang berhasil menguras pikiranku. Bahkan, ketika satu tekanan pun belum bisa ku selesaikan.

Mungkin saja Engkau ingin melatih kesabaranku. Tapi juga mungkin, Engkau ingin menjadikanku orang yang kuat. Aku tak tahu. .

Setidaknya aku akan terus berusaha untuk berprasangka baik dengan apa saja yang harus ku alami nantinya.

Aku harap suatu saat nanti akan ada seorang yang juga berusaha untuk mengertiku. Tak usah berlebihan. Cukup seperti aku yang berusaha mengertinya. .